Kamis, 08 Agustus 2013

Siapa bilang tinggal di Jakarta itu enak? (Part 2: Macet)

Waah udah setahun akhirnya saya kembali nih sob!! haha..
Semoga kalian masih tetap berminat ya buka blog ini. Ingat! Ambil manfaatnya, buang yang ga baik menurut ente haha.. Setelah satu tahun gue menghilang dari dunia blog dan tenggelam di dalam dunia kuliah + aktifitas anak muda yang padat namun tak menghasilkan uang itu, gue bakal balik lagi nih ngebahas ga enaknya tinggal di jakarta. Judulnya "Siapa bilang tinggal di Jakarta itu enak? (Part 2: Macet)". Yah semoga berguna buat kalian terutama untuk para pemuda-pemudi desa yang berminat hijrah ke jakarta. Sebaiknya pikir sekali lagi deh..

Nah di part 2 ini kita akan ngomongin tentang macet. Ah elah ki udah biasa kali macet. Huaah kalo lo belom ngerasain tinggal 20 tahun di Jakarta, mungkin lo belom tau gimana rasanya kena macet di Jakarta. perhitungan simpel aja nih ya, dari rumah gue ke kampus Tebet sampai Depok yang melewati jalan Dr. Saharjo - Pancoran - Pasar Minggu - Lenteng Agung - UI Depok jaraknya kurang lebih 18KM bisa lo tempuh 2 Jam saat jam berangkat dan pulang kantor.  Lo bayangin aja tuh bakal segede apa betis lo kalo bawa mobil manual sendirian tiap hari 2 kali sehari 5 kali seminggu. Belom lagi emosi gara-gara tingkah angkot atau metromini begajulan yang suka nurunin penumpang di tengah jalan, bahkan ngetem ditengah jalan. WHAT? Ngetem di tengah JALAN? Yuppss gue ga typo. Ini beneran terjadi kalo lo ngelewatin depan stasiu Lenteng Agung dari depok. Di sana lo akan menemukan belasan angkot yang ngetem dari pinggir sampai tengah jalan. Hasilnya dari 3 lajur yang ada cuma 1 lajur paling kanan yang bisa dilalui dengan normal. Padahal ada rambu dilarang stop. Yah namanya juga di Ibu Kota. Peraturan lalu lintas cuma jadi HIASAN FORMALITAS belaka. Oke balik lagi ke depan stasiun lenteng agung. Penderitaan lo belom berakhir setelah berhasil masuk di lajur ketiga yang ga ditongkrongin angkot laknat itu. Next challenge adalah lo harus mempertebal kesabaran lo karena banyaknya penyebrang jalan yang bagaikan putri solo berjalan sangat lambat + sendiri-sendiri. Andaikan mereka nyebrangnya barengan kan lebih bagus tuh, jadi kayak lagi nonton kawinannya orang jawa. Lama sih lama, tapi kan cuma sesekali. Nah kalo mereka sendiri-sendiri kan jadi makin lama. Tarolah satu orang nyebrang butuh waktu 10 detik, kalo ada 5 orang yang nyebrang dan sendiri2 aja udah ada 50 detik yang terbuang untuk nungguin putri solo itu nyebrang. Ga tanggung-tanggung imbas kemacetan cuma karena mereka itu udah bisa dirasain mulai jalan Margonda Depok. FIUH!!

Itu baru satu tempat di depan stasiun lenteng agung yang masih ga seberapa kalo dibandingin sama biangnya kemacetan di Jakarta. Di mana lagi kalau bukan TANAH ABANG.. (Jeng jeng jeng jeng!!!). Ini adalah salah satu jalan yang paling sangat amat dihindari oleh pengendara roda empat (bahkan roda2) karena sekali lo masuk ke jalan itu, kesannya 1000 tahun lagi lo bisa keluar dari jalan itu. Padahal jalan di kawasan Tanah Abang ini kurang lebih 300meter tapi jangan sedih kalau lo mendapatkan fakta lo butuh 30menit untuk ngelewatin jalan ini doang. YA ini FAKTA. Apa sebabnya? BUANYAAK.. Mulai dari angkot ngetem ditengah jalan, ojek ngetem di pinggir jalan, tukang jualan ditengah jalan, orang nyebrang sembaranga, bahkan sampai aktifitas bongkar muat barang-barang laknat tanah abang juga menjadi penyebab. Ki kayaknya lo TYPO deh, masa semuanya di tengah jalan, ga bisa lewaat dong? I am sorry to say gue ga TYPO kok. Emang jadi ga bisa lewat. Makanya 300 meter cuma bisa ditempuh dalam 30menit dengan selamat.

Terus cuma itu titik kemacetan di Jakarta? Tentu tidak, silakan ke wilayah yang dekat dengan terminal seperti kampung rambutan, manggarai, pulo gadung, grogol dan sebagainya itu udah pasti macet. Belom lagi daerah perbelanjaan kayak glodok, roxy, mal ambasador, fatmawati, jatinegara, itu semua langganan macet. Masih banyak lagi tempat-tempat lain yang akan dengan mudahnya lo melihat antrian kendaraan bermotor sampai berkilo-kilo saat jam berangkat/pulang kantor.

Pemerintah ga peduli sama kemacetan? Pemerintah udah menjadikan permasalahan kemacetan sebagai permasalahan yang urgent dan sangat perlu untuk diatasi, mulai dari pembangunan moda transportasi umum seperti busway, water way (yang udah ga ada), MRT (on progress), namun belum juga kunjung membuahkan hasil. Nah gebrakan baru dilakukan oleh pak JOKOWI dan AHOK nih dalam menertibkan PKL di berbagai titik kemacetan itu. Mereka sudah memberikan tempat usaha gratis dilokasi yang tak jauh dari tempat dia berjualan sekarang namun para pedagang itu tetap bandel dan berjualan sembarangan di pinggir bahkan tengah jalan. Anehnya lagi, AHOK seolah-olah menjadi public enemy setelah pernyataan dia ttg penertiban PKL di tanah abang (yang katanya sih dibekingin oleh salah satu pejabat senior di Jakarta)

Yah itulah sekelibat permasalahan kemacetan di Jakarta. Ga mewakili seluruh keadaan yang sebenarnya sih, tapi paling tidak bisa menggambarkan betapa nestapanya tinggal di Jakarta dan bawa kendaraan pribadi sendiri. But, stay cool and stay safe, buddy! :D

Senin, 16 Juli 2012

Siapa bilang tinggal di Jakarta itu enak? (Part 1: Trotoar)

Siapa bilang tinggal di Jakarta itu enak? Mungkin banyak diantara pembaca yang setuju maupun ga setuju dengan judul itu. Tapi, itulah yang gue rasain. Sejak gue lahir, gue udah tinggal di Jakarta. Selama gue tinggal di Jakarta, masalah yang ga pernah ilang dari yang namanya kota Jakarta itu adalah kesemerawutan jalan raya. Ancaman bahaya akan selalu ada kalo kita berhubungan dengan jalan raya. Gak hanya di jalannya saja, tapi juga trotoar yang notabene merupakan fasilitas pejalan kaki. Inilah kesemerawutan lalu lintas di Jakarta:
1. Trotoar dipakai untuk parkir, sebagai jalan pintas sepeda motor, dan sebagai tempat mangkal pedagang kaki lima.
Jangan harap mendapatkan trotoar yang aman dan nyaman di Ibukota Negara Indonesia ini. Praktis hanya trotoar di sepanjang jalan Jenderal Sudirman dan M.H Thamrin yang menerut gue "sedikit layak". Gue bilang begitu karena trotoar di tempat ini terbilang lebar. Tapi gak berarti kenyaman lo terjamin di trotoar ini. Lo harus berbagi dengan para pedagang kaki lima, asongan, maupun para pengendara sepeda motor yang dengan sengaja melintas di trotoar ini meskipun di trotoar ini sudah diberikan penghalang agar motor tidak bisa melintas. Tapi para pengendara motor "bengal" dan gak tahu aturan itu mengakalinya dengan berbagai macam cara sehingga mereka bisa melintas di trotoar dan seolah tak berdosa.


sumber foto: tribunnews.com

Bayangkan, trotoar di jalan protokol aja seperti itu, lalu gimana dengan trotoar di ruas jalan lainnya? Sudah pasti jawabannya adalah "mengenaskan". Yap, mengenaskan adalah kata yang paling cocok untuk menggambarkan kondisi trotoar di kota metropolitan ini. Jangankan kenyaman saat berjalan di trotoar, untuk berjalan di trotoar yang merupakan hak pejalan kakipun ga bisa. Kenapa? Lagi-lagi diakibatkan oleh ulah para pedagang yang menajajakan dagangannya sembarangan.  Mereka dengan enaknya menggelar dagangannya memenuhi seluruh lebar jalan. Contoh saja di ruas jalan Pasar Minggu Raya, banyak lo ga akan pernah merasakan kenyaman dan keamanan saat berjalan disana. Lo diharuskan turun ke jalan raya dan berhadapan dengan kendaraan-kendaraan yang "siap" mengancam keselamatan lo. Bagaikan pasar, lo akan menemukan banyak pedagang yang ada di sepanjang ruas ini mulai dari pedagang durian, helm, bengkel motor, kerajinan rotan, dan lain-lain. Terlebih lagi daerah kalibata dekat Masjid Mujahiddin tak hanya menjajakan dagangan di seluruh trotoar, mereka juga merusak taman-taman yang telah dibuat oleh pemerintah. Ironisnya, mereka ada saat pengajian akbar terselenggara disana dan para penjualpun lengkap dengan pakaian serba putih mirip seperti peserta pengajian. Entah apa yang terjadi, justru disaat pengajian ini terjadi, disanalah banyak para pedagang berjualan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mereka kesana, berniat untuk mengaji ataukah berjualan dan belanja? Ironis memang. Di saat pengajian seharusnya menjadi ajang mendekatkan diri dengan Tuhan YME malah dikhiananti dengan kegiatan yang sangat egois. Mereka dengan segaja merampas hak orang lain, para pejalan kaki, untuk berjualan dan hanya memikirkan diri mereka sendiri. 


Ini baru poin pertama gan.. masih ada beberapa lagi, tunggu postingan berikutnya ya..

Senin, 16 April 2012

HUBUNGAN ANTARA PERTEMANAN REMAJA DENGAN PENENTUAN SIKAP

Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Irwan Kawi, 2010). Pertemanan juga merupakan bukti konkret dari manusia sebagai makhluk sosial. Dengan pertemanan, seorang manusia dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah bentuk pertemanan dapat dijadikan sebagai forum untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling mengahargai. Mendapatkan teman yang sesuai memang lebih sulit daripada mencari lawan. Untuk itulah sebagai individu yang membutuhkan pertemanan dapat dimulai menghargai dan menghormati orang lain terlebih dahulu. Jika orang tersebut merespon dengan baik atau melakukan hal yang sama, berarti orang tersebut siap untuk menjadi seorang teman yang baik. Jadi, tidak ada manusia yang tidak membutuhkan orang lain sesama manusia yang dapat direalisasikan melalui bentuk pertemanan.

Pertemanan memang tak selamanya ada di dalam suatu kesenangan. Terkadang, pertemanan juga tidak terlepas dari berbagai konflik ataupun berbagai permasalahan yang timbul dari berbagai pihak. Hal ini dapat timbul karena pada dasarnya, setiap manusia memiliki ego dan sikap idealis mereka masing – masing sehingga tidak perlu diherankan apabila akan tetap ada konflik di dalam sebuah pertemanan. Dari pertengkaran atau perselisihan yang terjadi, ini justru dapat menjadi sebuah kontrol atau indikator seberapa tingkat kesolidan atau kekompakan pertemanan tersebut. Untuk mennghindari perpecahan atau konflik yang berlanjut, dapat dijaga dengan tidak mengedepankan ego diri, memahami batasan keterbukaan antar individu, dan sikap lapang dada dalam menerima pendapat dari teman yang memiliki pendapat berbeda. Selain itu, konflik juga dapat terwujud dari sikap ketergantungan antara satu sama lainnya. Bahkan dari segi pengambilan keputusan, akan terjadi kebimbangan atau ketidak-yakinan untuk memilih karena takut hal yang akan dipilih, tidak sesuai dengan yang diharapkan temannya. Hal ini yang paling sering terjadi pada sebuah hubungan pertemanan pada remaja dan dewasa awal. Untuk itulah, penulis merasa tertarik untuk memilih tema pengaruh antara pertemanan pada remaja dengan penentuan sikap yang akan dipilihnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dana L Haynie dan D Wayne Osgood dalam artikel jurnal mereka yang berjudul “Reconsidering Peers and Delinquency: How do Peers Matter?”, mereka menyatakan “Adolescent who spend more time in unstructured socializing with peers, away from authority figures, have higher rates of delinquency because they more often encounter situations conductive to deviance” (2005: 1124). Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa remaja yang menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersosialisasi dengan lingkungan pertemanannya dan jauh dari otoritas, memiliki tingkat kenakalan yang lebih tinggi karena mereka sering mengalami kondisi yang memungkinkan untuk melakukan penyimpangan. Menurut saya, yang paling mempengaruhi kenakalan tersebut karena seorang remaja cenderung ingin coba – coba dan ingin dianggap oleh kelompoknya sehingga dia akan melakukan apapun untuk itu termasuk meniru tingkah laku apapun dari teman-temannya walaupun tingkah laku tersebut tidak baik, misalnya dengan bolos sekolah, mengejek atau merendahkan orang lain, merokok, bahkan sampai menggunakan obat – obatan terlarang atau narkoba dan perilaku seks bebas yang membahayakan. Setelah melakukan hal tersebut, remaja tersebut akan mengalami suatu kepuasan tersendiri dan merasa lebih dianggap oleh lingkungan pertemanannya karena telah melakukan hal yang sama.

Hal ini hampir serupa dengan hasil artikel jurnal yang ditulis oleh Joseph P. Allen, Maryfrances R. Porter dan F. Christy McFarland dengan judul “Leaders and followers in adolescent close friendship: Susceptibility to peer influence as a predictor of risky behavior, friendship instability, and depression”, menyatakan penelitian telah menunjukkan bahwa antara pemuda yang beresiko mengalami kenakalan, teman – teman sebaya mereka dapat sangat mendukung perkembangan penyimpangan tersebut sebagian oleh entraining satu sama lain dalam pola perilaku menyimpang (Dishion, Poulin, & Burraston, 2001; Dishion, Spracklen, Andrews, & Patterson, 1996). Hal ini juga didukung dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Vitaro, Tremblay, Kerr, Pagani, dan Bukowski dari University of Virginia pada tahun 1997. Mereka menemukan bahwa remaja yang memiliki tingkat gangguan perilaku yang sedang (diantara tinggi dan rendah), akan menjadi lebih nakal ketika teman – teman disekitarnya terganggu.

Beberapa hubungan sangat penting karena hubungan itu memberikan semacam zona aman – suatu keadaan yang aman – yang meningkatkan kemampuan remaja untuk mengatasi perubahan ini serta sebagai dasar dari yang untuk usaha maju dan eksperimen "dengan peran baru dan identitas” (Call & Mortimer. 2001: 2) seperti yang dituliskan dalam artikel jurnal berjudul “Relationships in Adolescence” oleh Peggy C Giordano (2003: 261). Apabila para remaja tersebut telah melakukan kegiatan yang dianggap pro terhadap kelompok (hubungan pertemanan) mereka, itu akan membuat mereka menjadi merasa aman dengan kata lain mereka menjadi dianggap. Lebih dari itu, ada beberapa remaja yang sangat atau bahkan berlebihan dalam menyikapi loyalitas atau terlalu setia dengan kelompok tersebut akan melakukan kegiatan apapun yang dianggap dapat menyenangkan anggota kelompok. Hal itu cenderung mengarah kepada altruisme. Altruisme adalah sifat yang selalu mementingkan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Ironisnya, para remaja hanya memiliki sikap altruism kepada teman – temannya saja, tidak kepada keluarga ataupun orang tuanya. Berbeda dengan sifat hirarki antara orang tua dengan anak, persahabatan mereka cenderung egalitarian atau kecenderungan memperlakukan seseorang dengan sama, mendapatkan hal yang sama, dan diperlakukan dengan hal yang sama (Arneson Richard, 2002). Youniss dan Smollar (1985) menekankan bahwa teman dekat lebih menerima para remaja ini dengan apa adanya daripada orang tua yang selalu lebih berorientasi kepada masa depan anaknya dan peduli dengan konsekuensi yang berpotensi negatif dari perilaku anaknya. Maka dari itulah anak – anak remaja cenderung lebih dekat kepada teman sebaya mereka daripada kepada keluarga ataupun orang tua mereka.

Berbeda dengan pernyataan yang lainnya Porter, dkk (2006) juga membahas tentang keanekaragaman dari beberapa kelompok pertemanan remaja. Anak – anak remaja yang terbiasa dengan heterogenitas atau keberagaman dalam kelompoknya, akan tidak terlalu mudah untuk terkena pengaruh negatif dari temannya. Hal ini membuktikan bahwa tidak hanya pengaruh negatif dari teman sebaya yang mempengaruhi sikap para remaja menjadi buruk, ada juga pengaruh positif yang diahsilkan dari pergaulan tersebut dan menghasilkan penentuan sikap yang baik pada akhirnya. Tentu saja pengaruh positif ini yang diharapkan lebih dirasakan oleh para remaja yang sedang mencari jati diri mereka.

Remaja sebagai generasi penerus yang sangat diharapkan dapat mengharumkan nama baik keluarga, negara, dan agama, bisa saja mengalami mengalami kelabilan atau ketidak – tepatan dalam penentuan sikap. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pergaulan sehari – hari mereka yang penuh dengan tantangan. Dibutuhkan sebuah kontrol yang dapat diperoleh dari dalam diri remaja tersebut, maupun dari luar diri mereka. Dari dalam diri dapat berupa akhlak dan budipekerti yang baik sejak kecil sehingga dapat memilih sikap yang baik maupun yang buruk. Sedangkan dari luar diri dapat berupa pengawasan dari orang tua ataupun teman – teman yang peduli terhadap kebaikan kerabatnya tersebut. Pengawasan dari orang tua diharapkan tidak terlalu otoriter sehingga anak tetap dapat memilih sendiri jalan hidupnya dan tidak menjadi berpaling atau lebih patuh kepada orang lain yang dianggapnya lebih baik bagi remaja tersebut. Pergaulan dengan teman – teman yang baik akan mengarahkan remaja tersebut kepada arah kebaikan pula. Seperti kata filsafat lama, jika ingin wangi, maka bergaullah dengan penjual minyak wangi dan bila ingin pintar, bergaulah dengan seorang yang pandai pula. Maka dari itulah pergaulan dengan teman – teman sebaya tidak selalu baik atau tidak selalu buruk, sehingga dibutuhkan sebuah self-control yang baik agar dapat memilah antara yang baik dan yang butuk sehingga tidak mengalami kesalahan saat pengambilan sikap.

DAFTAR PUSTAKA


Allen, J. P., Porter, M. R., & McFarland, F. C. (2006). Leaders and followers in adolescent close friendships: Susceptibility to peer influence as a predictor of risky behavior, friendship instability, and depression, Development and Psychopathology. 18: 155-172.

Giordano, P. C. (2003). Relationships in Adolescence. Annual Review of Sociology, 29, 257-280.

Haynie, D. L., & Osgood, D. W. (2005). Reconsidering Peers and Delinquency: How do Peers Matter? Social Fierce, 84, 2, 1109-1130.

Kawi, I. (2010). Pertemanan, Web: http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/25/pertemanan/-12.

Richard, A., (2002). Egalitarianism, The Stanford Encyclopedia of Philosophy Web: http://plato.stanford.edu/entries/egalitarianism.

Dampak Permainan bagi Remaja

Permainan atau game merupakan salah satu alat hiburan alternatif bagi manusia, terutama remaja. Di samping game, para remaja juga biasa menghibur diri dengan berkumpul bersama teman-teman ataupun keluarga mereka. Remaja yang kebanyakan juga merupakan mahasiswa ataupun pelajar biasa dikejar dengan berbagai tekanan yang datang dari berbagai pihak. Tekanan bisa berasal dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Berbagai tekanan yang datang dapat membuat seseorang menjadi kehilangan konsentrasi dan membuat orang menjadi tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Kebanyakan remaja memanfaatkan game sebagai sarana untuk menghilangkan stres atau depresi yang mereka alami. Namun, tidak semua orang berhasil memanfaatkan game dengan baik.

Sebagai mahasiswa atau pelajar, remaja banyak dihadapkan kepada berbagai tugas sekolah, masalah pertemanan, maupun masalah keluarga. Dari banyaknya berbagai tantangan yang harus diselesaikan oleh seorang remaja ini membuat mereka menjadi tertekan dalam menghadapinya. Beberapa yang mengalami perasaan tersebut, berusaha mengalihkannya ke dalam sebuah kegiatan yang dapat membuat mereka tenang, yaitu dengan bermain game. Mereka melakukan hal ini untuk menghindari perasaan tertekan sehingga dapat menghadapi berbagai tantangan dengan baik dan tenang. Bagi beberapa remaja, hal ini berhasil menjadi alat untuk menenangkan diri dan mereka dapat menghadapi berbagai persoalan sesuai dengan rencana. Namun, tak sedikit pula yang gagal memanfaatkan game sebagai sarana yang membantu mereka.

Bermain game dapat membuat sesorang menjadi nyaman dan senang karena berbagai level yang ada dalam game tersebut menjadi tantangan menarik. Terlebih lagi jika level tersebut dapat diselesaikan ataupun remaja tersebut berhasil unggul, membuat remaja tersebut menjadi senang dan kadar tekanan yang dia rasakan menjadi berkurang. Semakin terlarut seorang remaja dalam memainkan game tersebut dan berhasil unggul akan membuat kadar tekanan bagi remaja tersebut hilang atau bahkan melupakan dan meremehkannya. Hal inilah yang menjadi dampak buruk dari game. Apabila seseorang telah melupakan suatu persoalan yang dihadapi, akan membuat persoalan tersebut menjadi semakin rumit dan sulit untuk diselesaikan. Terutama tugas sekolah yang memiliki deadline, semakin sering seorang remaja bermain game berarti bahwa ia telah mengurangi jatah waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

Dampak buruk dari game dapat dikurangi melalui kontrol diri. Kontrol diri untuk mengatur lamanya bermain dan tingkat keseringan bermain sangat diperlukan bagi setiap remaja. Kontrol dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Kontrol dari luar bisa melalui orang tua maupun teman. Namun, kontrol diri yang berasal dalam diri sendiri merupakan yang paling memberikan efek besar terhadap pengurangan dampak buruk game ini. Selain itu, seorang remaja juga harus ingat tentang tujuan awal mereka bermain game, yaitu untuk mengurangi perasaan tertekan dan bukan terlarut dalam permainan tersebut.

kritik

Kritik..
satu kata yang memiliki banyak arti
cercaan
hinaan
kesempatan untuk menjatuhkan objek
atau justru saran perbaikan untuk objek

Kritik..
membuat objek membela diri atau berpikir dua kali

Kritik..
bisa memecahkan persahabatan

Kritik..
bisa menghancurkan harapan

Kritik..
tak lebih dari sekedar menjatuhkan objek


Tapi..
Tujuan dan Siapa yang melontarkan kritik mungkin punya alasan dalam setiap kritiknya
tak melulu berniat membuat Anda malu
tak melulu berdasar kebencian
Kritik bisa juga berdasar cinta dan kasih
demi sahabatnya yang lebih baik di masa mendatang